Facebook

 


Breaking News

Di 13 Wilayah ini, Jokowi dan Prabowo Bersaing Ketat

BESTIAN NAINGGOLAN
LITBANG KOMPAS


LINTAS1NEWS-JAKARTA-Dari seluruh wilayah pemilihan, pertarungan paling sengit antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto dalam memperebutkan suara pemilih bakal terjadi di 13 daerah. Pasalnya, pada Pemilu Presiden 2014 lalu, selisih suara keduanya di daerah tersebut sangat tipis. Dalam Pemilu 2019 mendatang, siapa yang potensial unggul?

Ketika Pemilu Presiden 2014 berlangsung, pasangan Jokowi-Kalla mampu menjadi pemenang, berhasil mengumpulkan 70.997.85 suara pemilih, atau 53,15 persen dari total pemilih.

Prabowo yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa berhasil meraih 62.576.444 suara (46,85 persen). Selisih perbedaan kedua pasangan tersebut tidak berjarak jauh, hanya terpaut 6,3 persen. Artinya, peta penguasaan suara pemilih berlangsung sangat kompetitif.


Meskipun Jokowi unggul, namun tidak diperoleh dengan mudah. Hasil kajian sebelumnya mengungkapkan, pangkal kemenangan Jokowi antara lain karena ia berhasil memenangkan wilayah dengan para pemilih yang tergolong antusias. 

Kemenangan yang disokong faktor antusiasme pemilih semacam ini terjadi baik di daerah dengan jumlah pemilih besar maupun yang kurang besar (Lihat “Penyebab Kemenangan Jokowi dan Kekalahan Prabowo”).


Sekalipun terkalahkan oleh faktor derajat antusiasme, tidak berarti kekuatan fanatisme dukungan Prabowo lemah. Bercermin pada hasil Pemilu 2014 lalu, terdapat berbagai wilayah pemilihan yang dimenangkan Prabowo dengan proporsi penguasaan yang sangat tinggi (Grafik 1).




Keunggulan Prabowo terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Pada daerah pemilihan Sumatera Barat II, misalnya, yang meliputi Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, mencapai hingga 79,4 persen. Hasil tersebut berselisih hingga 58,8 persen dengan Jokowi.

Selain Sumatera Barat, Prabowo terbukti mampu mengalahkan Jokowi di 10 provinsi, atau jika daerah pemilihan pada pemilu legislatif digunakan, hingga sebanyak 26 daerah pemilihan. Menariknya, separuh dari daerah pemilihan yang ia kuasai (13 daerah) tergolong unggul mutlak dengan selisih penguasaan minimal di atas 20 persen dari Jokowi.

Pada sisi sebaliknya, keunggulan tertinggi Jokowi terjadi di Sulawesi Selatan II dan Jawa Tengah V. Di Sulawesi Selatan II yang meliputi wilayah Bulu Kumba, Sinjai, Bone, Maros, Pangkajene, Barru, Kota Pare-Pare, Soppeng, dan Wajo berhasil menguasai 78,7 persen suara pemilih.

Sementara di Jawa Tengah V yang terdiri dari Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Kota Surakarta, ia menguasai 77,7 persen. Kedua daerah pemilihan di atas, Sulawesi Selatan II maupun Jawa Tengah V secara emosional berkaitan erat dengan keberadaan Jusuf Kalla dan Jokowi.
Dengan besaran suara pemilih yang dikuasai, Jokowi membangun benteng penguasaan di berbagai wilayah. Apabila dihitung, terdapat 25 wilayah yang berhasil dimenangkan dengan jarak perbedaan di atas 20 persen. Dari sebanyak itu, 10 besar wilayah berselisih hingga di atas 35 persen (Grafik 2).


Selain daerah yang menjadi benteng kemenangan terkuat dari Prabowo maupun Jokowi, hasil Pemilu 2014 lalu juga menggambarkan wilayah-wilayah yang menjadi battle ground bagi kedua sosok tersebut. Setidaknya, terdapat 13 daerah pemilihan yang menjadi potret persaingan terketat.

Pada seluruh wilayah tersebut, selisih kemenangan ataupun kekalahan sangat tipis, di bawah selisih total kemenangan ataupun kekalahan mereka secara nasional (di bawah 6,3 persen).

Persaingan paling ketat ada di daerah pemilihan DKI II, yang meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat (termasuk suara dari pemilih yang bermukim di luar negeri). Jokowi unggul, meraih 50,2 persen dan kemenangan tersebut terpaut sangat tipis, 0,3 persen saja.

Selain DKI II, daerah pemilihan Riau II dan Aceh I juga berselisih sangat tipis, 0,5 persen. Di Riau II, yang meliputi Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Pelalawan tersebut Prabowo meraih 49,7 persen.



Begitu juga di Aceh II yang meliputi Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Tamiang, Kota Lhokseumawe dan Langsa.

Kemenangan tipis Prabowo terjadi di Riau I. Pada daerah pemilihan yang meliputi Kabupaten Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Kepulauan Meranti, hingga Kota Pekanbaru dan Dumai, Prabowo meraih 50,4 persen terpaut 0,8 persen suara saja dari Jokowi.



Selain keempat daerah di atas, perbedaan sangat tipis juga terjadi di Jawa Timur III (Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo) dan di Maluku. Pada kedua daerah tersebut, selisih suara yang dimenangi Jokowi tidak lebih dari 1 persen saja.
Pada daerah pemilihan Jambi, Lampung I, Sumatera Utara II, Jawa Tengah VIII, Jawa Timur X, Jawa Timur V, dan Jawa Timur IX persaingan juga tergolong ketat. Akan tetapi, selisih suara yang diraih kedua sosok terpaut relatif lebih besar, namun masih di bawah 6 persen. (Grafik 3).


Dengan konfigurasi persaingan ketat di 13 daerah pemilihan, menjadi menarik diketahui apakah pola persaingan yang sama akan terjadi pada Pemilu 2019 mendatang? Siapa sosok calon presiden yang berhasil menjadi pemenang di wilayah tersebut?

Jika dicermati pada setiap wilayah, terdapat beragam alasan yang membentuk sedemikian ketatnya pola persaingan. Dengan mengambil contoh pada wilayah kemenangan terbesar Jokowi-Kalla ataupun Prabowo-Hatta, misalnya, unsur-unsur emosional pemilih seperti tempat kelahiran ataupun asal usul tokoh, turut berperan.

Sisi lain yang menarik dicermati, unsur-unsur kekuatan partai politik di setiap daerah juga turut berperan, kendati tidak berlaku menyeluruh. Kajian terhadap seluruh hasil Pemilu Legislatif 2014 menunjukkan, kemenangan PDIP di berbagai daerah pemilihan pada banyak kasus juga selaras dengan kemenangan Jokowi dalam Pemilu Presiden 2014.

Pada Pemilu 2019 kali ini, tidak hanya kedua pertimbangan di atas, namun posisi Jokowi sebagai presiden dalam kurun empat tahun terakhir diperkirakan menjadi faktor yang turut berperan. Begitu pula, penyelenggaraan Pilkada serentak yang mengukuhkan aktor-aktor politik baru dinilai turut membentuk konfigurasi baru di setiap daerah.

Dengan beragam faktor yang diperkirakan mewarnai persaingan Pemilu Presiden 2019 mendatang, tampaknya masih tampak samar menentukan siapa yang mampu menguasai 13 wilayah persaingan terketat.

Mengambil contoh di wilayah DKI II, misalnya. Dari sisi pemerintahan, Jokowi pernah menjadi gubernur DKI yang dipilih langsung oleh warga DKI, termasuk di Dapil ini. Begitu pula dari sisi kekuatan partai politik. Bercermin pada hasil Pemilu 2014 lalu, PDI P unggul di DKI II. Sebanyak 26,7 persen suara berhasil diraih.

Namun, hasil Pilkada DKI 2017 diperkirakan turut mengubah konfigurasi dukungan. Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno unggul, sebesar 62,1 persen di Jakarta Selatan dan 57,7 persen di Jakarta Pusat. Para pendukung Sandiaga, yang kini menjadi calon wakil presiden, diperkirakan memberikan kontribusi bagi Prabowo di DKI II. Oleh karena itu, jika sebelumnya persaingan Jokowi menguasai DKI II dengan selisih 0,3 persen saja, maka kali ini masih sangat terbuka beralih penguasaan.
Kondisi persaingan yang sulit terprediksikan siapa yang berhasil menjadi pemenang juga terjadi di Provinsi Riau. Pemilu 2014 lalu, daerah pemilihan Riau I berhasil dikuasai Prabowo dan sebaliknya Riau II dikuasai Jokowi dengan selisih di bawah 1 persen.
Pada kedua daerah tersebut, Golkar dan PDI P, dua partai yang kini menjadi pendukung Jokowi, berhasil menguasai Riau. Golkar di Dapil Riau II menjadi pemenang, menguasai hingga 26,7 persen. PDI P menjadi pemenang di Dapil Riau I menguasai 16,1 persen, mengambil alih penguasaan Golkar. Akan tetapi, kehadiran Sandiaga Uno, yang dilahirkan di Rumbai, Pekanbaru Riau, menjadi daya tarik emosional masyarakat di sana dalam memilih putra kelahiran Riau.
Jika ditelisik, pada setiap daerah pemilihan lainnya juga memiliki faktor pendukung yang membuat setiap sosok memiliki besaran peluang yang sama kuat dalam menguasai wilayah pertarungan ketat. Dalam hal ini, faktor-faktor identitas sosial, latar belakang politik, personalitas, hingga kinerja sosok calon presiden saling berkelindan, menuntun para pemilih dalam menentukan pilihannya.
Siapa pun yang berhasil menguasai battleground ini, layak menjadi pemenang paripurna 

Tulisan Oleh: BESTIAN NAINGGOLAN/LITBANG KOMPAS



Tag Terpopuler